Sunday 4 February 2018

Pertemuan Singkat

Sumber: bromotravelindo.com

Puncak Bromo terlihat sangat memukau. Aku memantapkan niat untuk terus berjalan.
“Hai, boleh duduk di sebelahmu?”
“Bo..leh.” Aku tergagap menjawab pertanyaan lelaki yang tiba-tiba berdiri di sampingku.
“Sendirian?” Tanya lelaki itu lagi.
“Tidak, sama kekasih. Kalau kamu?”
“Aku sendirian. Indah ya bunga edelweiss itu?” Tiba-tiba lelaki itu menunjuk bunga Edelweis satu meter di depan mata kami.
“Iya. Tapi sayangnya hanya bisa ditemui di tempat tertentu.” Jawabku sambil melihat ke arah bunga yang ditunjuk lelaki tersebut.
“Kamu tahu tidak cerita tentang bunga edelweiss? Katanya bunga edelweiss adalah bunga lambang cinta abadi. Kalau aku tidak percaya dengan cinta.” Lelaki tersebut memandang ke puncak Bromo yang terlihat gagah di depan mata.
“Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu? Bukankah semua orang butuh cinta?” Aku menatapnya heran.
“Karena aku sakit hati dengan yang namanya cinta.” Jawab dia datar.
***
“Kamu sering pergi ke sini?” Tanyaku padanya
“Iya dulu. Dulu aku sering ke sini dengan kekasihku.”
Jawaban lelaki tersebut membuat dahiku berkenyit.
“Kata kamu, kamu tidak percaya dengan cinta. Tapi kamu punya kekasih?”
“Aku kan menjawabnya dulu tidak sekarang. Gara-gara dia aku tidak percaya dengan adanya cinta.
“Kalau kamu?” Entah kenapa aku merasa tertohok oleh pertanyaannya.
“Aku percaya kok dengan cinta.”
“Pasti pacarmu sangat mencintaimu.”
Aku hanya membalasnya dengan seuntai senyum.
Senja mulai muncul di penghujung sore tapi kami tetap asyik mengobrol. Angin mulai berhembus dingin menusuk lewat celah jaketku yang terbuka. Aku mendesis kedinginan.
“Tidak tahu mengapa aku benci dengan jatuh cinta. Mungkin karena luka ini terlalu dalam aku rasakan.” Lelaki tersebut berbicara seolah-olah berbicara dengan dirinya sendiri.
“Kenapa dengan kekasihmu? Maaf, kalau boleh tahu?” Ujarku penasaran.
Lelaki itu hanya tersenyum. Dia memandang lurus ke depan. Tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Yang jelas, mata itu menerawang jauh entah kemana.
“Dia lari dengan lelaki lain seminggu sebelum kami tunangan. Aku tidak tahu kalau selama kami pacaran, dia mempunyai lelaki idaman lain di belakangku. Seperti ditusuk duri rasanya hatiku saat melihatnya pergi meninggalkanku. Dia lebih memilih pergi bersama selingkuhannya dari pada memilih untuk menikah denganku.”
Ucapannya datar tanpa ada ekpresi di raut wajahnya. Mungkin memang lukanya sangat dalam hingga menceritakannya pun sudah hambar, tak ada rasa.
Aku tarik napas panjang sebelum akhirnya kalimat itu meluncur dari bibirku.
“Ada saatnya wanita ingin dimengerti. Terkadang dalam menjalin hubungan, wanita punya ego yang tinggi. Tapi percayalah bahwa wanita itu bisa setia. Dia bisa rela mengorbankan apapun untuk lelaki yang dicintainya. Tapi di sisi lain, dia bisa menjadi monster yang menakutkan saat hatinya benar-benar terluka. Dia bisa melakukan apa saja yang dikehendakinya. Dia akan berpaling ke laki-laki lain jika ia merasa hubungannya terasa hambar atau ada laki-laki yang lebih perhatian dan mengerti akan dirinya daripada kekasihnya sendiri. Tapi wanita selalu mencoba untuk setia.” Kalimatku meluncur begitu saja bagai bus patas.
“Kamu tidak sedang membela mantan kekasihku kan?”
Aku tertawa kecil.
“Bertemu dengannya saja aku belum pernah, alasan apa yang membuat aku membelanya?”
“Tapi kalimat kamu seakan-akan dia tidak sepenuhnya salah. Tapi aku juga salah.”
“Aku pernah baca sebuah kalimat dari salah satu artikel bahwa tidak adil menghakimi seseorang karena kesalahannya. Pada akhirnya, orang yang baik akan berjodoh dengan orang baik begitupun sebaliknya. Jadi, perbaiki diri sendiri itu salah satu cara agar mendapatkan jodoh yang terbaik.”
Entah kenapa aku lega mengatakan itu semua di hadapan lelaki yang baru aku kenal. Tapi rasanya di hati ini tidak ada beban.
“Ternyata kamu di sini, sayang. Dari tadi aku mencarimu.” Tiba-tiba aku dikagetkan suara seseorang dari belakang. Aku menoleh dan  melihat kekasihku berdiri di belakang kami.
“Aku tadi hanya jalan-jalan saja. Maaf ya tadi tidak pamit.” Aku minta maaf padanya karena mungkin dia cemas mencari aku.
“Siapa dia?” Ujarnya ke arah lelaki yang sedari tadi duduk bersamaku.
“Aku baru saja bertemu dengannya dan kita ngobrol-ngobrol sedikit.” Jelasku agar dia tak salah paham.
Lelaki tersebut menyunggingkan senyumnya ke arah kekasihku. Aku bangkit dari tempat dudukku.
“Kita pergi dulu ya,”
Handphoneku bergetar dalam saku celana, ada sebuah sms masuk.
Syang, kamu di mana? kenapa dari tadi smsku tidak diblas? aku menghawatirkanmu
Aku hanya tersenyum membaca sms tersebut. Aku masukan kembali handphoneku ke saku celana.

Ah, andai lelaki tadi tahu bahwa orang yang ku ajak ke sini itu bukan kekasihku tapi selingkuhanku.


#Onedayonepost
#ODOPbatch5
#ODOPharike-13

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search